Disneyland 1972 Love the old s

w

WORLD MISTERY
The Journey of the Soul

The Story of Hayy bin Yaqzan
Hayy, adalah manusia yang menemukan Tuhan dengan akalnya. Kisah lengkapnya silahkan lihat The Journey of the Soul: The Story of Hayy bin Yaqzan (terj. Riad Kocache), The Octagon Press, London, 1982.

Bayangkan seorang anak manusia hidup sendirian di sebuah pulau sejak dilahirkan hingga usia lanjut.....

Bayangkan seorang manusia yang tidak pernah bertemu dengan orang lain sehingga dia tidak mengenal bahasa......

Bayangkan, dengan segala keterbatasan, dengan menggunakan akalnya dia berhasil membuka tabir rahasia alam dengan akalnya, lalu menemukan eksistensi Tuhan....

Hayy, adalah manusia yang menemukan Tuhan dengan mengenali alam....
=============================
Tersebutlah sebuah pulau kosong di katulistiwa yang tanahnya subur, iklimnya sedang, cahaya mataharinya bisa diterima dengan sempurna. Di pulau itu, ada seorang anak manusia bernama Hayy.

Seekor rusa yang kehilangan anaknya telah mendapatkan Hayy. Maka, disusuinya dan diberi makan sehingga bayi itu bisa tumbuh dengan sehat. Ia membawanya ke dekat pohon-pohon yang telah masak buahnya. Jika buah itu keras kulitnya, maka ia pun mengupaskannya. Jika bayi itu kedinginan, ia pun menyelimutinya dengan dekapannya.

Begitulah, sampai bayi itu tumbuh menjadi anak dan remaja, bertindak tanduk dan berujar sebagaimana yang di lakukan oleh induknya. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap hewan-hewan, ia mulai bisa mengidentifikasi jenis hewan di pulau itu. Umumnya, hewan-hewan itu mempunyai alat untuk mempertahankan diri, baik berupa tanduk, taring, cengkeram dan sebagainya. Setelah itu, ia lalu melihat dan mengamati dirinya sendiri.

Ia mendapatinya dalam keadaan telanjang bulat, lemah dan tidak memiliki alat untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu mendapatkan ancaman/serangan hewan buas. Maka, ia pun mengambil dedaunan dan dirangkainya menjadi penutup tubuhnya serta sebuah tongkat untuk mempertahankan diri.

Usia sang induk semakin tua dan akhirnya pun mati. Melihat kejadian seperti ini, Hayy sangat heran. Ia mencoba menggerak-gerakkan tubuhnya, tapi tetap tidak bangun lagi. (Ingat, hayy tidak pernah belajar bahasa dalam pengertian verbal! Dia tidak mengenal kosakata untuk menyebut nama benda. Dia hanya memahami fungsi benda-benda).

Hayy mencoba melihat telinga dan matanya, tetapi tidak ia temukan tanda-tanda kerusakan. Kemudian, ia beralih meneliti bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi tetap tidak ia temukan kerusakan. Ia lalu berkesimpulan bahwa yang rusak tentu anggota badan (organ) bagian dalam. Hayy ingin tahu. Ia pernah melihat sebuah batu jatuh lalu mengoyak daging binatang yang ditimpuk. Dari situ, dia terinspirasi melakukan pembedahan. ia ingin tahu, apa yang "menggerakkan" binatang.

Pembedahan pun akhirnya ia lakukan dengan lempengan batu tajam. Ketika membelah jantung, ia mendapati dua buah lubang di dalamnya. Lubang yang satu berisi darah yang membeku, dan ia yakin tentu bukan itu sebabnya. Maka dilihatnya lubang yang kedua, ternyata kosong sama sekali dan terasa masih panas. Ia berkata dalam batinnya: "Tentu yang saya cari itu berada di sini tadinya, tapi sekarang telah pergi. Karena, posisinya yang strategis (di tengah) ini dan terasa masih panas".

Ia semakin yakin bahwa tak mungkin tempat semulia itu tak ditempati oleh sesuatu, dan sesuatu itu telah pergi yang menyebabkan kematian rusa itu. Sejak saat itu, ia bertanya terus pada dirinya, apa gerangan sesuatu itu ? Mengapa ia pergi ? Dari mana keluarnya ? Apa yang mengikatnya selama ini dengan jasadnya ?

Hayy berkeyakinan bahwa sesuatu itu bersifat immateri. Sebab, kalau bersifat materi, tentu keluar/perginya meninggalkan bekas. Akan tetapi ternyata, tak satupun ada bekas di tubuhnya yang dilewati benda itu. Ia pun berkeyakinan benda yang telah pergi itulah hakikat induknya yang selama ini memeliharanya.

Sejak saat itu pula, Hayy meninggalkan jasad induknya dan berpaling dari memikirkan hal-hal yang bersifat materi kepada sesuatu yang immateri. Ditengah-tengah ia berfikir tentang hal itu, ia melihat api yang sedang berkobar membakar dedaunan. Ketika menyentuhnya, terang saja ia kepanasan. Ia heran dengan rasa panas yang dimiliki oleh api itu. Kontan lalu ia teringat induknya yang telah mati. Menurutnya, esensi sesuatu yang hilang dari induknya adalah sama dengan esensi api itu. Maka, ia mencoba menangkap seekor rusa yang masih hidup dan dibelahnya seperti ketika membelah induknya dahulu dan langsung melihat pada jantungnya.

Ternyata, lubang yang dahulu ia rasakan panas ketika membelah induknya, sekarang pada rusa yang lain ini, ia dapatkan rasanya sangat panas, lebih panas dari lubang pada induknya. "Tentu karena masih baru mati," tuturnya dalam hati. Lubang itu dipenuhi dengan asap panas seperti kabut, dan itulah yang menggerakkan seluruh organ tubuh hewan itu.

Dari operasi yang kedua itu, Hayy mendapatkan pengetahuan bahwa semua anggota tubuh bergerak karena dan atas perintah sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan jiwa (soul). Berpencarnya jiwa pada banyak organ tubuh hanyalah pancaran dari padanya. Kalau jiwa ini berpancar pada mata, jadilah ia penglihatan. Kalau pada telinga, pendengaran. Kalau pada kaki, tangan dan anggota badan lain, jadilah ia potensi yang mampu menggerakkan anggota tubuh itu. Anggota tubuh bergerak setelah adanya perintah dari otak melalui saraf yang menghubungkan antara keduanya. Otak mampu memberikan perintah karena adanya jiwa yang mengalir dari jantung. Jadi otak merupakan pusat saraf yang bertugas membagi jiwa ke seluruh tubuh. Jika jiwa ini keluar dari jasad, baik sebagian atau keseluruhan, maka berhentilah fungsi jasad itu, dan itulah yang dinamakan dengan mati. Hayy memperoleh pengetahuan tentang mati ini setelah menginjak usia yang ke 21 tahun.

Dari pengamatannya atas jasad dan jiwa rusa itu, Hayy beralih mengamati jiwa semua binatang, yang akhirnya berkesimpulan bahwa jiwa-jiwa binatang itu hakikatnya hanyalah satu. Terpencarnya jiwa pada semua individu dan jenis hewan itu hanyalah karena terpencarnya jantung pada semua jenis dan individu hewan.

Lalu, Hayy mengamati jiwa tumbuh-tumbuhan. Ia pun berkeyakinan bahwa jiwa tumbuh-tumbuhan itu hakikatnya hanyalah satu. Karena, masing-masing jenis dan individu tumbuh-tumbuhan memiliki karakteristik yang sama, mempunyai dahan, daun, ranting, akar dan (untuk tumbuh-tumbuhan tertentu) memiliki buah.

Hayy lalu membandingkan antara jiwa hewan-hewan dan jiwa tumbuh-tumbuhan. Kesimpulannya, bahwa antara keduanya ada persamaan dalam hal makan, tumbuh dan berkembangdan berkembang biak. Hanya saja, jiwa hewan mempunyai kelebihan dalam hal gerak dan mengindera. Meski begitu, jiwa tumbuh-tumbuhan sebenarnya juga punya potensi bergerak dan mengindera. Karena, beberapa jenis tumbuh-tumbuhan selalu bergerak ke arah sinar matahari.

Dengan demikian, hakikat jiwa tumbuh-tumbuhan dan hewan itu hanya satu. Hayy lalu beralih pada benda-benda mati. Ia dapati benda-benda itu bermacam-macam; ada yang cair, padat, uap atau gas. Ada yang mempunyai warna, ada yang tidak. Ada yang dingin dan ada yang panas. Ia melihat air menjadi es, lalu menjadi uap. Uap menyatu dan manjadi awan, lalu hujan dan menjadi air lagi. Ia melihat benda padat (pohon) yang terbakar menjadi asap, lalu mengepul menjadi awan dan hujan (air). Selanjutnya, air mengairi hutan lalu tumbuhlah pohon lagi, dan demikian seterusnya. Kalau begitu, sebenarnya benda-benda itu pun hanyalah satu. Perbedaan benda-benda itu hanyalah karena perbedaan bentuk saja. Sedangkan materinya, hanyalah satu. Dari sini, Hayy lalu mengenal materi dan bentuk yang keduanya saling membutuhkan dan tak dapat dipisahkan kecuali asal muasalnya materi atau materi pertama (al-hayula) yang bebas dari bentuk.

Dari pemikirannya tentang materi pertama ini, Hayy sampai pada pemikiran siapa pencipta materi pertama dan yang mengubah-ubah materi pertama itu kepada bentuk-bentuk yang beraneka ragam itu. Tentu, penciptanya bersifat immateri. Karena kalau juga bersifat materi, tentu membutuhkan kepada materi yang lain, dan demikian seterusnya. Pencipta itulah selanjutnya ia kenal dengan istilah Tuhan. Karena Tuhan bersifat immateri, maka ia kekal. Hanya yang bersifat materi itulah yang tidak kekal. Karena, materi apapun jenisnya akan hancur.

Setelah mangamati benda-benda dan makhluk bumi, Hayy mengalihkan pandangannya ke langit/angkasa. Ia lihat matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda angkasa lainnya. Dari teraturnya perjalanan matahari, bulan dan bintang-bintang, ia berkeyakinan, tentu jagad raya (makro-kosmos) ini saling berkaitan membentuk satu kesatuan. Dan, bahwa apa saja yang pernah dilihat sebelumnya berupa air, udara, uap, tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan serta benda-benda angkasa merupakan satu kesatuan wujud global yang integral. Jadi, wujud ini hakikatnya hanyalah satu.

Wujud yang satu ini pun hanya merupakan pancaran dari wujud yang hakiki, yaitu Tuhan. Jadi maujud ini merupakan emanasi wujud Tuhan. Hal tersebut ia lalui setelah berumur 28 tahun.

Semenjak saat itu, setiap ia melihat benda/makhluk, bukan lagi jasad/materinya yang ia lihat, tapi penciptanyalah yang tampak olehnya. Setiap saat, ia selalu ingin mengetahui dan mendekatinya. Karena ia bersifat immateri, maka tentu untuk mendekatinya Hayy menggunakan potensi immaterinya (jiwa=soulnya). Ia pun menyadari bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah dengan pendakian yang terus menerus sampai tercapainya penyaksian dan bahwa sifat kekal hanya dimiliki oleh jiwa dalam melihatnya.

Sedangkan materi yang tidak bisa melihatnya berakhir dengan kehancuran (fana'). Musyahadah inilah yang selalu didambakan oleh Hayy yang pada tahap selanjutnya ia seakan telah menyatu dengan-Nya, selalu memuji-Nya dan meniru sifat-sifat-Nya dengan cara menjaga perilaku dan perangai yang terpuji, selalu menjaga kebersihan dirinya, baik yang tampak (lahiriah) maupun yang tidak tampak (batiniyah), serta menjauhkan diri dari sifat dan perangai yang tercela. Ketika itu, ia telah mencapai usia 50 tahun.


Back
w